friendly

fun

fun

Selasa, 26 April 2016

Contoh Hukum Adat Daerah Dalam Negeri (Indonesia)

Pengertian Hukum Adat
Hukum adat didefinisikan sebagai suatu aturan atau kebiasaan beserta norma-norma yang berlaku di suatu wilayah tertentu dan dianut oleh sekelompok orang di wilayah tersebut sebagai sumber hukum.
Jika berbicara tentang hukum adat yang ada di Indonesia, mungkin tidak ada matinya. Kenapa? Karena adat yang ada di Indonesia mencapai ratusan. Indonesia mempunyai banyak sekali suku yang memegang dan percaya pada hukum adat mereka masing-masing. Meskipun pada akhirnya sebagian besar hukum adat digantikan oleh hukum perundang-undangan yang dibentuk oleh negara, namun masih banyak masyarakat yang tetap menganut hukum adat. Berikut adalah contoh hukum adat daerah yang ada di Indonesia.

Contoh Hukum Adat Papua
Hukum adat di papua lebih dihormati daripada hukum nasional. Sehingga meskipun suatu peristiwa telah diproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, masyarakat akan tetap meminta untuk memberlakukan hukum adat.
Contoh hukum adat di Papua yang diberlakukan ketika seseorang membunuh orang lain dalam sebuah kecelakaan lalu lintas, maka akan diminta mengganti kerugian yang berupa uang dan juga ternak babi. Tak cukup sampai disitu saja karena jumlah uang dan juga ternak babi yang diminta adalah jumlah yang relatif besar sehingga benar-benar memberatkan sang pelaku. Hukum adat ini adalah hukum yang sudah turun-temurun di pegang sehingga pemerintah juga harus menghormatinya. Dengan adanya hukum ini, seseorang akan berpikir ulang ketika berniat untuk mencelakakan orang lain.

Contoh Hukum Adat Bali
Hukum adat yang masih kental dilakukan adalah hukum yang berkaitan dengan warisan. Dalam masyarakat adat Bali, seorang anak laki-laki adalah seorang ahli waris dalam sebuah keluarga. Berbeda dengan anak perempuan yang hanya berhak menikmati harta peninggalan sumai atau orang tua. Mengapa demikian? Hal ini karena anak laki-laki yang ada pada masyarakat adat bali dianggap sebagai seorang yang memiliki tanggung jawab besar pada keluarganya sedangkan anak perempuan hanya bertanggung jawab pada lingkungan suami. Meskipun hukum ini merupakan hukum adat masyarakat adat Bali, Namun ternyata pada sekitar tahun 2010 terjadi perubahan tentang hukum tersebut. Perempuan dianggap juga berhak untuk menerima setengah hak waris purusa sehabis dipotong sekitar sepertiga bagian harta pusaka dan juga kepentingan pelestarian. Akan tetapi hal tersebut tak berlaku lagi apabila seorang wanita Bali berpindah agama dari agama nenek moyang mereka yang telah dianut.

Contoh Hukum Adat Minangkabau
Dalam hukum adat masyarakat Minangkabau, wanitalah yang mendapat warisan utuh. Lelaki disana hanya bertugas untuk merantau di tanah orang, mencari harta, dan mengamalkan ilmu yang mereka dapat ketika mereka telah kembali lagi ke tanah halaman.

Contoh Hukum Adat Aceh
Dalam hukum adat semua jenis pelanggaran memiliki jenjang penyelesaian yang selalu dipakai dan ditaati masyarakat. Hukum dalam adat Aceh tidak langsung diberikan begitu saja meskipun dalam hukum adat juga mengenal istilah denda. Dalam hukum adat jenis penyelesaian masalah dan sanksi dapat dilakukan terlebih dahulu dengan menasihati. Tahap kedua teguran, lalu pernyataan maaf oleh yang bersalah di hadapan orang banyak  biasanya di meunasah/ mesjid), kemudian baru dijatuhkan denda. Artinya, tidak langsung pada denda sekian rupiah. Jenjang penyelesaian ini berlaku pada siapa pun, juga perangkat adat sekalipun.
Salah satu contoh kokohnya masyarakat dengan peranan lembaga adat seperti terlihat di Gampông Barô. Kampung yang dulunya berada di pinggir pantai, namun tsunami menelan kampung mereka. Berkat kepercayaan masyarakat kepada pemangku-pemangku adat di kampungnya, masyarakat Gampông Barô sekarang sudah memiliki perkampungan yang baru, yaitu di kaki bukit desa Durung, Aceh Besar.
Tak pernah terjadi kericuhan dalam masyarakatnya, sebab segala macam kejadian, sampai pada pembagian bantuan pun masyarakat percaya penuh kepada lembaga adat yang sudah terbentuk. Nilai musyawarah dalam masyarakat adat memegang peranan tertinggi dalam pengambilan keputusan.

Sebuah kasus pernah terjadi di tahun 1979. Ketika itu desa Lam Pu’uk selisih paham dengan desa Lam Lhom. Kasus itu terhitung rumit karena membawa nama desa, namun masalah dapat diselesaikan secara adat oleh Imum Mukim. Ini merupakan bukti kokohnya masyarakat yang menjunjung tinggi adat istiadat yang berlaku. Mereka tidak memerlukan polisi dalam menyelesaikan masalah sehingga segala macam bentuk masalah dapat diselesaikan dengan damai tanpa dibesar-besarkan oleh pihak luar.

Contoh Hukum Adat Bugis-Makassar

Pangadereng/ dan pangadakkan dalam masyarakat Bugis-Makassar
a.       Ade’ yaitu unsur dari pangadereng yang lebih dikenal dengan kata norma atau  adat. Ade’ ini secara khusus terdiri beberapa bagian yaitu :
Ø  Ade’ akkalibinengen, yaitu adatatau norma mengenai hal ihwal perkawinan serta hubungan kekerabatan dan berwujud sebagi kaidah kaidah perkawinan, kaidah-kaidah keturunan, aturan-aturan mengenai hak dan kewajiban warga rumah tangga, etika dalam berumah tangga dan sopan santun pergaulan antar kaum kerabat
Ø  Ade’ tanaatu norma-norma mengenai hal ihwal bernegara dan memerintah negara dan berwujud sebagai wujud hukum negara, hukum antar negara, serta etika dan pembinaan insan politik
                Untuk pengawasan dan   pembinaan ade dalam masyarakat bugis biasanya dilakasanakan oleh beberapa pejabat adat seperti pakka tenniade’, puang ade’, pampawa ade’, dan parewa ade’.
b.      Bicara adalah unsur bagian dari pangadereng yang mengenai aktivitiet dan konsep konsep yang tersangkut paut dengan peradilan, maka kurang lebih sama dengan hukum acara, mementukan prosedurnya, serta hak-hak dan kewajiban seorang yang sedang mengajukan kasusnya di muka  pengadilan atau yang mengajukan penggugatan.
c.       Rapang bererti contoh, perumpamaan, kias atau analogi. Sebagai unsur bagian dari pangadereng, rapang menjaga kepastiaan  dan kontiniutet dari suatu kpeutusan hukum tak tertulis dalm masa yang lampau sampai sekarang dengan membuat analogi antara kasus dari masa yang lampau itu dengan kasus yang sedang digarap. Rapang juga berwujud sebagai perumpamaan-perumpamaan yang mengajukan kelakuan ideal dan etika dalam lapangan hidup yang tertentu seperti lapangan kehidupan kekerabatan, lapangan kehidupan berpolitikdan memerintah negara dsb. Selain dari itu rapang juga berwujud sebagai pandangan-pandangan keramat untuk mencegah tindakan-tindakan yang bersifat ganguanterhadap hak milik serta ancaman terhadap keamanan seorang warga masyarakat.
d.      Wari’ adalah unsur bagian dari pangadereng yang melakukan klasifikasi dari segala benda, peristiwadan aktivitietnya dalam kehidupan masyarakat menurut kategori-kategorinya. Misalnya untuk memelihara tata susunan dan  tata penempatan hal hal dan benda-benda dalam kehidupan masyarakat untuk memelihara jalur dan garis keturunan yang mewujudkan pelapisan sosial; untuk memelihara hubungan kekerabatan antara raja suatu negara dengan raja-raja dari negara-negara lain, sehingga dapat ditentukan mana yang tua dan mana yang muda dalm tata upacara kebesaran.
e.       Sara’ adalah unsur bagian dari pangadereng yang mengandung pranata-pranata dan hukum islam dan yang melengkapkan ke empat unsurnya menjadi lima. Sistem religi masyarakat Sulawesi Selatan   sebelum masuknya ajaran islam seperti yang tampak dalm sure’ lagaligo, sebenarnya telah mengandung sutu kepercayaan terhadap dewa yang tunggal yang disebut dengan beberapa nama seperti patoto-e (maha menentukan nasib), dewata sewwae (dewa yang tunggal), turie’ a’rana (kehendak yang tertinggi). Sisa kepercayaan seperti ini masih tampak jelas misalnya beberapa kepercayaan tradisional yang masi bertahan sampai sekarang misalnya pada orang tolotang, di kabupaten sidenreng rappang dan pada orang ammatoa di kajang daerah bulukumba.
      Bertepatan dengan masuknya islam di sulawesi seltan pada abad ke 17.

Hukum adat dengan Alam
Dalam hukum adat pelangaran terhadap sebuah sistem adat atau hukum adat di pandang oleh masyarakat dapat menggangu keseimbangan kosmis yaitu lingkungan hidup tempat manusia hidup. Sehingga sering terjadi suatu bencana dari alam karena terjadinya gangguan pada kesimbangan alam akibat pelannggaran yang di perbuat oleh manusia. Maka dari itu jika terjadi sebuah pelanggaran adat, harus di beri hukuman atau sanksi oleh pelaksana hukum adat yang biasa disebut parewa ade’. Untuk memberikan hukuman kepada pelaku pelanggaran adat diberiak beberapa sanksi seperti denda sesuai dengan yang sudah disepakati, di usir dari suatu lingkungan masyarakat, di hukum mati, derajat sosial diturunkan sehingga bisa dijadikan budak, jika pemegang kekuasaan maka harus dipecat dari jabatannya, keturunanya tidak dimunculkan alias di habiskan seperti pepatah pohon yang tidak dibiarkan menghasilkan pucuk dari hasil tebangan, dianggap sudah meninggal (dalam masyarakat bugis dikenal dengan istilah dipoppangi tana’)

Adapun perkawinan – perkawinan yang dilarang dan dianggap sumbang (salimara’):
1. perkawinan antara anak dengan ibu / ayah
2. perkawinan antara saudara sekandung
3. perkawinan antara menantu dan mertua
4. perkawinan antara paman / bibi dengan kemenakan
5. perkawinan antara kakek / nenek dengan cucu
Terkait dengan perkawian salimara ini saya belum pernah mendapatkan kasus seperti ini, yang pernah saya ketahui perkawin ini sangat di haramkan dan dilarang pada masyarakat tanah bugis pada umumnya apalagi pada saat masuknya islam dan telah menjadi unsur pangadereng dalam  masyarakat bugis pada umunya. Yang pernah saya dengar jika orang melakukan salah satu kesaalahan di atas maka pihak keluarkga dan ketua adat menghukum sipelaku dengan cara :
·         Di bunuh
·         Di usir
·         Diputuskan tali silaturahim
·         Akan di sumpahi mendapat sial seumur hidup
·         Di anggap sudah tidak ada  dan tidak pernah ada dalm suatu lingkungan masyarakat

Dan… Hanya beberapa contoh hukum adat saja yang bisa saya tulis. Senang sharing ilmu dengan anda semua. Trima kasih J
Reference:


Tidak ada komentar:

Posting Komentar